Metode menentukan kapan munculnya hilal ada 3 :
Hisab : menggunakan perhitungan matematis gerakan bumi
Metode bulan dan matahari atau dengan hitungan kalender
Organisasi yang berdasar metode ini antara lain: Muhammadiyah Persatuan Islam (Persis)Tarekat Naqsabandiyah di Sumbar (dengan hisab berdasar hitungan kalender dalam Kitab Munjid)
Ru’yat Hilal : melihat hilal baik langsung maupun dg alat penglihatan
Mayoritas ulama mengambil pendapat ini. Organisasi yang berdasar metode ini antara lain:
Nahdhatul Ulama (NU), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Pesantren-pesantren salaf dan masih banyak lagi
Mengamati fenomena alam selain hilal : melihat air laut pasang.
Air laut pasang setiap kondisi bulan mati (ijtima’) menjelang hilal. Organisasi yang berdasar metode ini antara lain: Jamaah An Nadzir di Gowa Sulawesi Selatan
Pendapat yang lebih rajih (kuat) tentang cara menentukan terlihatnya hilal
Banyak sekali hadist Nabi Muhammad SAW. tentang hal ini. Di antara sabda beliau :
“Sesungguhnya Allah telah menjadikan bulan sabit (hilal) sebagai tanda awal bulan. Jika kalian melihatnya (bulan sabit Ramadlan) berpusalah. Dan jika kalian melihatnya ( bulan sabit Syawal) berbukalah. Apabila penglihatanmu terhalang, maka genapkanlah hitungannya menjadi 30 hari. Ketahuilah, setiap bulan tidak pernah lebih dari 30 hari’ (HR. Al Hakim, lihat Al Mustadrak, Jilid 1, hal. 423).
Al Hakim yang dibenarkan oleh Adz Dzahabi menyatakan bahwa hadist ini shahih dari segi sanad berdasarkan kriteria Bukhari Muslim, meskipun keduanya tidak meriwayatkannya.
“Berpuasalah kalian jika melihat hilal (Ramadlan) dan berbukalah (lebaran) bila melihat hilal (Syawal). Jadikanlah rukyat sebagai dasar penentuan waktu-waktu manasik haji. Dan jika langit mendung maka genapkanlah 30 hari’ (HR. Ahmad, lihat Nailul Authar, Jilid IV, hal. 212).
Dari hadist-hadist di atas maka kita diperintahkan untuk melihat, bukan menghitung (meng-hisab). Perintah tersebut didapat dari makna teks “Shumuu li rukyati-hi…”, jadi ada dua tuntutan yakni berpuasa dan melihat hilal.
Jadi, pendapat yang lebih kuat tentang cara menentukan awal Ramadhan adalah dengan melihat hilal (ru’yatul hilal) bukan dengan hisab (baik hisab hilal maupun dengan perhitungan kalender) atau dengan melihat pasang air laut.
Rukyat hilal Ramadhan dilakukan pada malam tanggal 29 menjelang tanggal 30 Sya’ban. Sedangkan rukyat hilal Syawal dilakukan pada tanggal 29 menjelang 30 Ramadhan.
Bisakah hisab menggantikan rukyat?
Adapun beberapa ulama’ yang menyebutkan penggunaan hisab sebagai penentu awal dan akhir Ramadhan adalah dengan alasan :
- Diqiyaskan dengan kewajiban sholat yang berdasar pada posisi matahari yang kita tidak perlu melihat matahari, cukup memperkirakan saja dengan jam.
- Perintah memperkirakan bila tidak berhasil melihat hilal
Pendapat ini adalah pendapat yang lemah karena :
- Perintah sholat berbeda dengan perintah puasa, pada perintah sholat tidak ditemui khithab/seruan perintah untuk melihat matahari, tapi dengan perintah “saat”.
- Perintah memperkirakan didapat setelah kegagalan melihat hilal, sementara “perkirakan” di sini tidak bisa diartikan dengan “pakailah hisab”. Karena kalau demikian akan bertentangan dengan hadist yang mengatakan “genapkanlah 30 hari” sehingga penafsiran yang lebih tepat terhadap makna “perkirakanlah” adalah “genapkanlah 30 hari”.
Hisab boleh digunakan untuk membantu rukyat
Kedudukan hisab adalah untuk membantu rukyat sehingga kita mempunyai ancar-ancar di mana kita bisa melihat hilal, kapan kita melihat hilal dan pada posisi langit sebelah mana kita melihat hilal. Namun hisab bukan penentu. Tetap penentunya adalah rukyat.
Wallahu a’lam Bish Shawab